Seorang pria dengan perawakan jangkung terlihat keluar dari sebuah gedung stasiun televisi swasta. Dengan didampingi manajer beserta pengawal pribadinya, ia berjalan menuju sebuah mobil van warna hitam yang sudah menunggu di luar gedung. Senyuman ramah dia perlihatkan pada wartawan dan fans yang mengarahkan kamera kepadanya.
Setelah masuk ke dalam mobil, pria itu menghela napas lega. Di sebelahnya sudah duduk manajer pribadinya yang sedang melirik kaca mobil yang rupanya masih dipenuhi para wartawan.
“Aku heran. Mereka sudah mewawancaraiku selama konferensi pers tadi siang. Ternyata di luar gedung mereka masih menungguku. Apa belum puas meliput berita tentangku, huh?”
Pria yang duduk di sebelahnya itu tertawa keras. “Tentu saja. Para wartawan itu tidak akan pernah puas untuk memburu berita aktor yang sedang naik daun sepertimu, Ryu Sunjae. Berita tentang kau pasti mendapat rating tinggi. Mereka ketagihan dan terus-menerus akan mencari berita tentangmu.”
“Kau berlebihan, Kak,” balas pria yang tidak lain adalah Ryu Sunjae. Seorang aktor muda yang kini telah meraih popularitasnya. Ia memulai debutnya sebagai aktor di usianya yang ke-19.
Sementara pria di sebelah Sunjae adalah Park Dongseok. Dulu, ia tetangga Sunjae ketika mereka sama-sama tinggal di Incheon. Dongseok yang sudah lebih dulu bekerja di salah satu agensi yang kini juga menaungi Sunjae, tanpa ragu menyanggupi permintaan pria itu untuk menjadi manajer pribadinya.
“Kau ingin langsung pulang ke apartemenmu?” tanya Dongseok.
“Tidak, Kak. Aku ingin ke Sungai Han,” jawab Sunjae santai.
“Kau yakin?” sebenarnya Dongseok sudah hafal dengan kebiasaan Sunjae. Menikmati suasana di sekitar Sungai Han, khususnya di waktu sore. “Aku tahu kau memang senang mengunjungi tempat itu, tapi aku tetap khawatir.”
“Tidak apa-apa, Kak,” Sunjae tersenyum tenang. “Jika sudah sore seperti ini, tidak banyak pengunjung yang mendatangi tempat itu. Aku juga tidak peduli jika ada yang mengenaliku. Itu sudah resiko yang harus kuterima sebagai aktor.”
Dongseok tertawa keras. Sisi sombong Sunjae memang tidak bisa hilang begitu saja. Kalau ditelisik ke belakang, sikap Sunjae ini terbilang wajar.
Latar belakang keluarga Sunjae tak bisa dipandang sebelah mata. Ayah Sunjae—Ryu Geunwook, adalah pemilik dari agensi hiburan terbesar di Korea Selatan, yaitu K&E Entertainment. Sementara ibunya—Han Soyoung, adalah mantan aktris di eranya, yang kini memilih mengajar akting di pusat training yang dimiliki agensi suaminya tersebut. Sejak memutuskan untuk menikah muda dengan ayah Sunjae, Soyoung dianggap mengambil langkah besar dengan memilih berhenti dari karir aktingnya, dengan alasan ingin mencurahkan tenaga dan waktunya untuk suami dan keluarga.
Lalu, apakah agensi itu yang kini menaungi Sunjae? Jawabannya, ya.
Sunjae sendiri sudah mengikuti training di agensi ayahnya sejak berusia 12 tahun. Ia mengikuti jejak sang kakak—Ryu Saerin, yang lebih dulu bergabung dengan agensi ayah mereka. Kakak perempuan Sunjae juga termasuk jajaran aktris terkenal di negara mereka. Wanita yang usianya terpaut 3 tahun di atas Sunjae itu dikenal memiliki kepribadian yang hangat, ramah, dan perhatian. Sangat kontras dengan Sunjae yang sombong dan bertindak seenaknya sendiri.
“Tuan, kita sudah sampai.” Suara lembut itu membuyarkan lamunan Dongseok. Ia melirik Sunjae yang sudah bersiap dengan topi dan juga masker hitam favoritnya.
“Kalau kau berpenampilan seperti itu, bukankah justru menarik perhatian orang?” Dongseok sedikit menahan tawanya.
“Aku memang sengaja melakukannya, Kak.” Sunjae tersenyum menyeringai. Dongseok hanya menggelengkan kepala, seolah sudah bisa menebak jawaban yang akan diberikan pria itu.
“Baiklah, sebentar saja.” Dongseok memperhatikan jam pada ponselnya. “Kau harus pulang dan beristirahat. Mulai besok kau akan sibuk dengan pemotretan untuk produk fashion Clare Magazine.”
Sunjae mengangguk, lalu membuka pintu dan sedikit melongokkan kepalanya sejenak. Ia tampak memeriksa keadaan sekitar sebelum turun dari mobil. Suasana sepi di sekitar Sungai Han, membuat Sunjae bisa bergerak leluasa untuk menikmati waktu bersantainya.
Sunjae sedikit menurunkan maskernya, lalu menghirup udara di sekitar yang terasa segar. Ia pejamkan matanya sejenak, menikmati ketenangan di tepi Sungai Han. Rasa lelah itu seolah luntur begitu saja setiap kali ia mendatangi tempat tersebut.
“Luar biasa!”
Suara seruan itu terdengar oleh Sunjae dan membuatnya menoleh ke samping. Sunjae melihat seorang wanita—mungkin, sebab sosok itu berpenampilan seperti remaja. Tubuhnya yang mungil dibalut dengan cardigan selutut berwarna cokelat terang, t-shirt putih, bawahan skinny jeans warna cokelat gelap, dan flat shoes yang ia kenakan. Rambutnya sengaja dicepol ke atas sehingga memperlihatkan leher jenjangnya yang mulus.
Sunjae melihat wanita itu tengah sibuk memotret. Mungkin mengambil gambar di sekitar Sungai Han, atau—mendadak Sunjae bersikap wapada. Atau mungkin dia sedang memotret dirinya? Ya, mungkin saja.
Sunjae berjalan mendekati wanita itu. Ia naikkan lagi masker hitamnya, membenarkan topi yang dia kenakan, kemudian berjalan dengan angkuh ke sisi kanan, tempat wanita itu berdiri tak jauh dari posisinya sekarang.
Langkah Sunjae terhenti ketika wanita itu tiba-tiba menoleh ke arahnya. Dia berjalan mundur lalu berbalik meninggalkan Sunjae. Sikapnya membuat Sunjae semakin yakin kalau dia sudah mengambil fotonya.
Sunjae sebenarnya bisa bersikap cuek. Tapi, untuk wanita itu pengecualian. Sunjae tidak ingin dia mendapatkan fotonya secara cuma-cuma.
“BERHENTI!” teriak Sunjae. Bukannya berhenti seperti yang dia suruh, perempuan itu justru mempercepat langkahnya, tanpa menoleh sedikit pun ke arah Sunjae.
“Aku bilang berhenti!”
Sunjae mendengus kesal, tak punya pilihan untuk berlari mengejarnya. Saat mengejar wanita itu, kaki Sunjae tak sengaja terantuk batu. Alhasil tubuhnya terdorong ke depan, dan tanpa sadar kalau jarak mereka sudah dekat—dalam hitungan detik Sunjae jatuh menimpa wanita itu.
“KYAA!!” Wanita itu menjerit kaget sambil menutupi dadanya dengan tangan. Tunggu, dada?
Oh, terkutuklah kau Ryu Sunjae. Tanganmu sudah mendarat dengan mulus di bagian dadanya.
“Maaf, aku tidak—ARRGHHH!!” Sunjae mengerang kesakitan karena tiba-tiba menerima hadiah tendangan gratis dari wanita itu. Tenaganya yang begitu kuat sampai-sampai membuat Sunjae terjungkal ke belakang.
“Dasar paman mesum!” Wanita itu mengumpat sebelum berlari meninggalkan Sunjae.
Paman?! Hei, umurku masih 23 tahun!
“Brengsek!” maki Sunjae, tapi wanita itu tak mendengarnya karena sudah pergi terlalu jauh. Tak terlihat lagi batang hidungnya.
Sunjae buru-buru mengambil ponsel dari saku celana. Sekarang ia kesakitan dan posisinya cukup jauh dari mobil van hitamnya. Dongseok satu-satunya harapan bagi Sunjae.
“Halo?”
“Kak, tolong aku!”
...***...
Hyunjoo nyaris berteriak ketika pintu mobil dibuka secara kasar. Dia melihat Sol masuk ke mobil kembali dengan kondisi kacau. Rambut Sol yang semula dicepol kini tergerai bebas. Cardigan dan t-shirt yang dikenakan Sol juga terlihat sedikit kotor.
Sepulang dari gedung White Entertainment, Sol sempat mengganti penampilannya lagi. Dia ingin pergi ke Sungai Han, memotret suasana sore di salah satu ikon kota Seoul tersebut. Selama tinggal di Jepang, Sol mulai mengenal dunia fotografi. Ia merasa senang saat berhasil mengabadikan potret panorama alam yang cantik dan indah.
Hyunjoo mengira Sol akan kembali dengan wajah cerah ceria. Bukan dalam keadaan wajah sedikit kumal dipenuhi keringat dan napas terengah-engah.
“Kau kenapa?” Hyunjoo bingung lantaran Sol tidak mengatakan apapun setelah duduk di belakangnya. “Sol, kau baik-baik saja?”
Sol menggeleng. “Hyunjoo, aku dikejar paman mesum,” jawabnya dengan suara bergetar.
“Apa?!” Mata Hyunjoo melotot. “Paman mesum?!”
Sol mengangguk. Wajahnya bergidik ngeri tiap kali membayangkan sosok pria yang dijumpainya beberapa menit lalu. Pria dengan perawakan jangkung, memakai topi dan masker hitam. Jika diperhatikan baik-baik, pria misterius itu berpenampilan keren dengan turtleneck yang dibalut coat panjang.
Sayang, fantasi Sol hancur ketika mendengar suara husky pria itu yang membuatnya reflek memanggil paman.
Hyunjoo mendengarkan cerita Sol dengan seksama. Sepupunya menjelaskan kronologi kejadian yang dia alami bersama seorang pria yang dipanggilnya paman. Meski sempat merasa khawatir, Hyunjoo tidak mampu menahan tawanya saat mendengar cerita Sol. Khususnya bagian cerita Sol yang menendang pria itu sampai terjengkang ke tanah. Dia tidak bisa membayangkan seberapa besar tenaga Sol hingga mampu merobohkan seorang pria.
“Untung kau baik-baik saja dan bisa melindungi diri. Lain kali kau harus lebih berhati-hati,” ujar Hyunjoo mengingatkan. Dia mengusap punggung Sol dengan tujuan menenangkan sepupunya yang masih tampak syok.
Perhatian Hyunjoo beralih karena ponselnya berdering. Sebuah nama muncul di layar ponsel. Hyunjoo sempat melirik ke arah Sol, sebelum menjawab panggilan yang masuk tersebut. Sebab, yang meneleponnya adalah Geum, kakak Sol.
“Halo?” sapa Hyunjoo ramah.
“Kenapa ponsel Sol tidak bisa dihubungi?” nada cemas terdengar di seberang sana. Hyunjoo mengernyit, lalu berbisik sejenak pada Sol yang hampir saja terlelap tidur.
“Kak Geum bilang ponselmu tidak bisa dihubungi,” bisik Hyunjoo.
Mata Sol berkedip, kemudian dia buru-buru mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Ia baru mengetahui jika ponselnya dalam kondisi mati. Kehabisan daya baterai. Sol tersenyum malu ke arah Hyunjoo yang menatapnya kesal.
“Ponselnya mati, Kak. Kehabisan daya baterai,” lapor Hyunjoo pada Geum.
“Ck, dasar! Berikan ponselmu pada Sol! Aku ingin bicara dengannya.”
“Dia ingin bicara denganmu.” Hyunjoo menyodorkan ponselnya pada Sol.
“Ada apa, Kak?” tanya Sol setelah mendekatkan ponsel Hyunjoo di telinganya. Dahinya berkedut karena tak kunjung mendengar suara Geum. Namun, suara yang terdengar selanjutnya membuat Sol tersenyum lebar.
“Ibu?!” Sol memekik histeris, membuat Hyunjoo menoleh kaget. Bukankah tadi Geum yang menelepon?
“Kenapa sebelumnya tidak meneleponku kalau Ibu pulang hari ini?” sesaat wajah Sol sedikit merajuk. Namun, tak lama berselang kembali didonimasi raut bahagia.
“Baiklah, aku dan Hyunjoo sedang dalam perjalanan pulang sekarang.” Sol tersenyum senang. “Aku akan mengajaknya untuk makan malam bersama di rumah.”
“Ibumu sudah pulang?” tanya Hyunjoo saat menerima ponselnya kembali dari Sol. Wanita itu mengangguk semangat.
“Ibu mengajakmu untuk ikut makan malam bersama di rumah.” Sol kembali berteriak senang. “Ah, syukurlah Ibu sudah pulang. Setidaknya mood-ku bisa kembali setelah kejadian dengan paman mesum tadi.”
Hyunjoo tertawa melihat ekspresi wajah Sol karena lagi-lagi membahas sosok pria yang dijuluki paman mesum itu.
Sedikit informasi, ibu Sol—Lee Yoojung, adalah seorang perancang busana terkenal di negara mereka, yang kini sudah merambah luas secara internasional. Ibunya baru saja melakukan perjalanan ke Perancis untuk menghadiri pagelaran fashion show di sana. Sementara ayah Sol—Im Jihoon, menetap di Jepang karena menjalankan perusahaan real estate yang didirikan mendiang kakek Sol.
Sementara Im Geum, kakak laki-laki Sol yang terpaut 3 tahun di atasnya, merupakan pendiri dari Star Magazine. Sebuah majalah yang membahas kehidupan para artis di negeri ginseng tersebut. Sebenarnya ayah mereka sudah menyuruh Geum untuk mengurus perusahaan yang didirikan mendiang kakek mereka. Tetapi Geum belum bersedia. Meski berlatar belakang pendidikan manajemen bisnis, dia justru tertarik dengan jurnalistik, khususnya yang berhubungan dengan industri hiburan.
...***...
“Wanita itu benar-benar ....”
Sunjae terus-menerus mengumpat sambil mengusapi perutnya dengan handuk hangat sejak mendapat tendangan dari wanita di Sungai Han tadi sore. Sampai sekarang perutnya masih terasa nyeri. Ia berbaring di atas sofa ruang tengah, di hunian apartemen mewah miliknya yang terletak di daerah Gangnam.
“Tubuhnya boleh mungil, tapi tenaganya seperti bison. Sial!”
“Berhenti mengumpat seperti itu, Ryu Sunjae!” suara Dongseok terdengar ketika masuk ke apartemen Sunjae. Ia datang sambil membawa sebuah map, sebelum mengambil posisi duduk di depannya.
Sejak Dongseok mendapati Sunjae terkapar di tepi Sungai Han tadi, ia tak bisa menghentikan tawanya. Baru kali ini Sunjae mendapatkan kesialan karena ditendang oleh wanita yang tak dikenal. Padahal sebelumnya, Sunjae dengan bangga sempat mengira wanita itu adalah salah satu penggemarnya. Melihat bagaimana reaksimua yang justru lari dan menilai Sunjae sebagai pria hidung bilang, jelas pendapat itu salah besar.
“Dia wanita yang menyebalkan, Kak!” maki Sunjae semakin menjadi.
“Salahmu sendiri,” balas Dongseok jengah. “Kau pikir tidak ada yang takut jika didekati seperti yang kau lakukan padanya? Belum lagi penampilanmu yang mengenakan topi dan masker hitam. Dia pasti mengiramu penculik, Sunjae.”
“Jangan semakin merusak mood-ku!” bentak Sunjae kesal. Dongseok justru tertawa keras menanggapinya. Ia belum pernah melihat Sunjae begitu frustrasi karena seorang wanita. Ini pemandangan yang langka dan Dongseok merasa senang bisa menggoda Sunjae ketika sedang kesal seperti sekarang.
“Apa yang kau bawa, Kak?” jemari Sunjae menunjuk ke arah map yang diletakkan di atas meja.
“Oh, aku baru saja menemui pihak Clare Magazine.” Dongseok menyodorkan map berwarna cokelat itu pada Sunjae. “Ini adalah foto daftar model wanita yang akan menjadi pasanganmu dalam sesi pemotretan nanti. Seperti biasa, mereka memberi kebebasan padamu untuk memilihnya sendiri.”
Sunjae bangun dari posisinya, terlalu penasaran dengan isi map tersebut hingga ia abaikan sejenak rasa sakit di perutnya.
“Mereka bilang kau tidak perlu terburu-buru untuk memutuskan siapa yang akan menjadi model pasanganmu,” lanjut Dongseok masih menyampaikan apa yang menjadi pembicaraan dengan pihak dari Clare Magazine, yang baru saja ia temui beberapa menit yang lalu di lobi.
Sunjae tetap fokus melihat foto-foto di tangannya. Di antara model-model wanita itu, tak satu pun yang menarik perhatian Sunjae. Sampai akhirnya Sunjae melihat sosok yang tidak asing pada foto terakhir yang dipegangnya. Awalnya Sunjae sedikit ragu, tapi setelah mengamati sosok wanita dalam foto tersebut, mata Sunjae membulat sempurna.
“Siapa namanya?” Sunjae memperlihatkan foto wanita bersurai hitam kecokelatan dengan senyuman manis nan mempesona di dalam foto.
“Oh, dia Im Sol.” Dongseok tersenyum. “Kudengar dia baru saja menandatangani kontrak dengan White Entertainment. Dia dulu adalah artis cilik yang sangat terkenal. Kalau aku tidak salah ingat, tahun kelahirannya sama denganmu.”
“Apa?! Umurnya sama denganku?” Sunjae memekik tidak percaya. Terlebih saat Dongseok mengiyakan ucapannya.
“Memangnya kenapa, Sunjae?” Dongseok mengernyit heran. Sunjae terlihat aneh, dan sepertinya sangat tertarik dengan Sol.
Tentu saja Sunjae begitu tertarik dengan Sol. Sebab wanita itulah yang sudah membuatnya kesakitan seperti sekarang. Siapa yang menduga jika sosok yang dianggap Sunjae tampak seperti gadis remaja pada umumnya, ternyata adalah wanita yang seumuran dengannya. Terlebih lagi, wanita itu adalah salah satu artis yang berada di bawah agensi yang mulai diperhitungkan keberaadannya—White Entertainment.
Sunjae kembali membandingkan, bagaimana penampilan Sol ketika bertemu di Sungai Han tadi sore, dengan yang ada di foto. Menurut Sunjae, Sol tampak manis saat mereka di tepi Sungai Han. Sementara penampilan Sol yang ada di foto, tampak lebih dewasa dalam balutan dress selutut warna putih. Wajahnya terlihat fresh dan natural, tetapi tetap ada kesan imut.
Pandangan Sunjae terus tertuju pada foto yang dipegangnya itu. Sunjae mengamati setiap bagian dari wajah dan tubuh Sol. Bibir mungil wanita itu yang tengah memperlihatkan senyuman. Bola matanya yang berwarna hitam dan tampak bersinar cerah. Hidung mancung, lalu kulit wajah dan tubuhnya juga mulus. Putih seperti warna susu.
Tapi dari sekian bagian wajah ataupun tubuh Sol, Sunjae begitu tertarik dengan bibir mungil wanita itu. Warna lipstik yang dipakai sangat cocok sekali, dan membuat Sunjae ingin sekali mencicipinya. Tunggu—apa yang kau pikirkan, Ryu Sunjae?
“Sunjae, kau baik-baik saja?” suara Dongseok membuyarkan lamunan Sunjae. Pria tinggi itu menoleh lalu mengangguk pelan. Ia menarik napas panjang, kemudian menatap Dongseok dengan penuh keyakinan.
“Aku pilih dia yang menjadi model pasanganku, Kak.”
Dongseok hampir saja menyemburkan kopi yang sedang dia nikmati. “Tidak biasanya kau langsung mengambil keputusan secepat ini, Sunjae. Apa alasanmu memilihnya?”
“Aku belum bisa menjawab sekarang,” ujar Sunjae tersenyum penuh arti. Membuat Dongseok semakin menatapnya curiga.
“Baiklah aku tidak akan memaksa. Tapi, aku tetap penasaran kenapa kau memilih Im Sol. Dia terbilang pendatang baru, meskipun dulu pernah menjadi artis cilik,” ujar Dongseok. “Jika kau sudah mengambil keputusan, yang bisa kulakukan hanya mendukungmu.”
“Kau yang terbaik, Kak!” seru Sunjae senang. Dongseok tertawa bangga mendengarnya.
“Segera hubungi pihak Clare Magazine. Katakan pada mereka bahwa aku memilih Im Sol dan aku ingin agar kami secepatnya dipertemukan,” pinta Sunjae sembari berdiri dari sofa dan bersiap masuk ke kamarnya. “Ah, kalau bisa besok. Aku ingin bertemu dengannya besok. Tolong kau urus semuanya, Kak.”
“Kau gila, Sunjae! Tidak semudah itu mengadakan pertemuan secara mendadak,” sahut Dongseok kesal.
“Aku tidak mau tahu. Pokoknya, besok aku harus bertemu dengannya. Titik,” setelah menegaskan kalimat itu, Sunjae langsung masuk ke kamarnya. Meninggalkan Dongseok yang masih melongo di ruang tengah dengan wajah bodohnya. Tak lama kemudian, terdengar teriakan frustrasi dari Dongseok yang membuat Sunjae terkikik di dalam kamar.
“Ada apa dengan anak itu?” Dongseok hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan ajaib Sunjae.