Keysa baru saja mengganti pakaiannya dengan setelan gaun santai warna cream yang dibalut kardigan cokelat. Hampir tiga jam Keysa mengurung diri di kamar. Memikirkan kenyataan yang baru saja dia terima dari Rafael.
"Apa yang harus kulakukan?"
Bayangan senyuman Tania tiba-tiba melintas dalam kepala Keysa. Hatinya berdenyut sakit setiap kali mengingat masa lalu Tania. Anak itu terlahir karena 'kecelakaan' yang dilakukan oleh orang tuanya. Ditambah lagi kenyataan tentang sang ibu kandung yang menyerahkan Tania kepada Rafael, seolah tidak mau merawat putrinya sendiri.
"Pasti ibu kandung Tania mempunyai alasan sendiri kenapa menyerahkan Tania kepada Kak Rafael." Keysa terdiam sejenak. "Apalagi kalau melihat kepribadian Kak Rafael."
Berbagai pemikiran muncul lagi di kepala Keysa. Soal kepribadian Rafael yang dirasa kurang menyenangkan, masalah restu orang tua kedua belah pihak, hingga masalah ekonomi—latar belakang keluarga yang kemungkinan tidak sederajat.
"Sepertinya aku terlalu banyak menonton serial TV," kekeh Keysa sambil mengusap tengkuknya. "Sudahlah, lebih baik aku tetap berpikir positif. Itu urusan pribadi mereka. Aku sama sekali tidak berhak untuk ikut campur."
Keysa bangkit dari posisinya yang semula duduk di ranjang, kemudian tersadar perutnya mulai keroncongan. Ah, sudah waktunya untuk makan siang.
Seseorang tiba-tiba membuka pintu kamar dan membuat Keysa menoleh dengan wajah kaget. "Bi Minah?"
"Makan siang sudah siap. Tania menunggumu di ruang makan," tutur Bi Minah disertai senyuman ramah.
Jantung Keysa berdebar kencang. Jujur saja, ia belum siap untuk bertemu lagi dengan Tania. Fakta bahwa anak itu merupakan putri kandung Rafael terlanjur menghancurkan suasana hatinya.
"Aku tahu apa yang mengusik pikiranmu. Tapi, aku harap kamu mau mempercayai Rafael." Bi Minah mencoba memberikan pengertian pada Keysa. "Kamu hanya perlu mengenal Rafael lebih dekat. Percayalah, kamu akan menemukan sesuatu yang berbeda dari dia."
Keysa tidak merespon apapun dan membiarkan Bi Minah pergi dari kamarnya. Penjelasan Bi Minah membuat Keysa yakin jika wanita itu mengetahui masa lalu Rafael.
"Mungkin lain waktu aku bisa bertanya pada Bi Minah," gumam Keysa sembari menutup pintu usai keluar dari kamar. Ia berjalan pelan menuruni tangga, lalu berhenti di lantai bawah dengan ekspresi bingung.
"Di mana ruang makannya?" Keysa mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia belum sempat berkeliling rumah karena keburu pingsan setelah bertemu Tania. Keysa belum mengetahui seluk-beluk bangunan mewah ini.
Mata Keysa dengan cepat menangkap seorang pelayan yang berjalan dari arah depan.
"Maaf." Keysa meringis melihat wajah kaget gadis berseragam maid itu. "Bisakah kamu menolongku? Aku tidak tahu di mana ruang makannya."
Senyum kecil terukir di bibir pelayan itu. Ia sempat gugup saat harus berinteraksi dengan Keysa, tetapi kemudian mendapati fakta unik bahwa istri tuannya ini sangat polos dan lugu.
"Tentu, Nyonya." Gadis itu tersenyum ramah. "Silakan."
Keysa mengangguk lantas berjalan mengikuti pelayan itu dari belakang. Mata Keysa dimanjakan dengan kondisi rumah yang luar biasa mewah dan luas. Berulang kali decak kagum itu terus meluncur bebas dari bibirnya.
"Mama!"
Lamunan Keysa buyar bersamaan teriakan nyaring yang mengejutkannya. Ia melihat Tania sudah duduk manis di kursi ruang makan ditemani Bi Minah dan pelayan lainnya. Anak itu turun dan berlari menghampirinya dengan wajah penuh antusias.
"Ayo, Mama! Kita makan siang belsama. Tania sudah lapal dali tadi," ajak Tania tanpa ragu menggandeng Keysa berjalan mendekati meja makan.
Tania mengabaikan raut kebingungan yang menghiasi wajah Keysa. Tania terlalu senang bisa bertemu dengan sosok perempuan yang diklaim Rafael sebagai mamanya.
Keysa sendiri tidak berkomentar apapun, memilih diam, dan mengikuti Tania yang sudah duduk manis di kursi. Pandangannya beralih pada beberapa hidangan yang sudah tersaji di atas meja. Ia pun mulai mengambil peralatan makan, hingga kembali mendengar rengekan kecil khas dengan nada manja.
"Mama?"
Keysa menoleh kemudian terkejut saat mendapati Tania sudah menatapnya dengan sorot mata layaknya kitty, lengkap dengan bibir mencebil imut.
"Kamu ingin aku mengambilkan makanan untukmu?" tebak Keysa saat menyadari arah lirikan mata Tania.
Benar saja, anak itu mengangguk semangat dengan senyum merekah menghiasi bibirnya. Tanpa sadar tingkah kecil itu membuat Keysa tersenyum. Ia mengambil peralatan makan Tania dan mulai mengambil beberapa hidangan untuk anak itu.
"Ini."
"Yeay!" Tania bertepuk tangan gembira, lalu tersenyum kepada Keysa. "Telima kasih, Mama!"
Jantung Keysa kembali berdetak liar, seiring perasaan hangat yang menelusup ke dalam hatinya saat melihat senyuman Tania.
"Mama?"
Keysa terkesiap mendengar panggilan Tania yang begitu lembut. Ah, sudah berapa lama dia kembali melamun?
"Ayo, kita makan," ajak Keysa sambil tersenyum tipis. Tanpa dia sadari, Bi Minah dan pelayan lainnya tidak mampu menahan senyuman mereka saat melihat interaksi keduanya.
"Eung!" Tania mengangguk semangat, lalu dengan lahap mulai menyantap hidangan makan siang mereka.
Sesekali Keysa mengamati bagaimana cara Tania yang terlihat sudah pandai menggunakan peralatan makan. Meski wajah gadis itu masih belepotan terkena saus, membuat Keysa bertanya-tanya kira-kira berapa umur Tania.
Sadar jika sedari tadi diperhatikan Keysa, Tania menoleh dengan mata mengerjap polos. Lagi-lagi tingkah kecilnya itu membuat Keysa tertawa gemas. Tania hanya mengernyitkan dahi saat melihat Keysa mengambil selembar tissue kemudian diusapkan ke wajahnya.
"Nah, sekarang wajahmu sudah bersih."
Mata Tania berbinar melihat bagaimana Keysa terlihat sangat cantik kala tersenyum. Ia benar-benar bahagia karena Rafael menepati janji, menjemput mamanya—menurut Tania—yang sudah lama dia rindukan.
"Wah, kalian makan siang tanpa menunggu Papa."
Suara bass yang terdengar tidak asing membuat Keysa dan Tania kompak menoleh dengan wajah terkejut mereka.
"Papa!" Tania melompat turun dan bergegas menghampiri Rafael yang baru saja tiba di ruang makan.
Rafael dengan mudah menggendong Tania dan segera mendapatkan kecupan manis oleh anak itu.
"Papa, tadi Mama mengambilkan makanan untuk Tania, telus Mama juga membelsihkan wajah Tania yang belepotan kalena makanan. Hihi~" tutur Tania riang.
"Benarkah?" Rafael melirik ke arah Keysa yang kini tengah menundukkan kepala. Ia tersenyum saat kembali melihat wajah gadis itu sedikit memerah. "Tania senang?"
"Eung, Tania senaaaang sekali. Telima kasih sudah menjemput Mama pulang ke lumah, Papa."
Keysa tertegun melihat bagaimana interaksi Rafael dan Tania. Sisi arogan yang selama ini diperlihatkan Rafael seolah hilang kala pria itu berinteraksi bersama Tania.
Hanya sisi seorang ayah yang terlihat dari Rafael.
"Ayo, Papa! Kita makan siang belsama-sama," ajak Tania yang segera diangguki Rafael. Pria itu mendudukkan Tania tepat di samping Keysa.
Keysa kembali melanjutkan kegiatan makan siangnya, sampai kemudian dikejutkan dengan tarikan ringan di bagian kardigan yang dia kenakan.
Siapa lagi pelakunya jika bukan Tania.
"Ada apa?" tanya Keysa bingung.
"Mama tidak mengambilkan makanan untuk Papa?"
Wajah Keysa seketika berubah gugup. Ia melirik Rafael yang kini tengah menyeringai. Ah, sepertinya ia harus rela berinteraksi lebih dengan Rafael karena Tania.
"Tolong ambilkan makanan untuk Papa," Rafael menyodorkan piring kepada Keysa, kemudian kembali mengeluarkan smirk andalannya, "Mama."
Warna merah kembali menghiasi wajah Keysa. Sekilas dia menunjukkan kekesalannya karena sisi menyebalkan Rafael kembali muncul. Sayangnya hanya ditanggapi tawa ringan pria itu.
"Ini." Keysa menyodorkan piring Rafael dengan bibir mengerucut lucu.
"Terima kasih, Mama," balas Rafael dengan nada riang yang sengaja dibuat-buat menyerupai suara anak kecil.
Keysa melotot, ingin meluapkan kekesalannya tapi urung saat melihat bagaimana wajah bahagia Tania. Ah, dia tidak tega merusak kebahagiaan anak itu.
Tanpa Keysa sadari, Rafael diam-diam memandanginya dengan senyuman lebar. Pria itu melirik Tania yang terlihat sangat senang duduk di samping Keysa, ditambah dengan sikap anak itu yang seolah menginginkan interaksi orang tuanya lebih dekat lagi.
Kamu beruntung memiliki anak secerdas Tania, Rafael.
Tentu kalian tahu maksud suara hati Rafael bukan?
Bisa dipastikan Rafael akan memakai Tania agar interaksinya dengan Keysa semakin intim.
"Apa yang harus kulakukan?"
Bayangan senyuman Tania tiba-tiba melintas dalam kepala Keysa. Hatinya berdenyut sakit setiap kali mengingat masa lalu Tania. Anak itu terlahir karena 'kecelakaan' yang dilakukan oleh orang tuanya. Ditambah lagi kenyataan tentang sang ibu kandung yang menyerahkan Tania kepada Rafael, seolah tidak mau merawat putrinya sendiri.
"Pasti ibu kandung Tania mempunyai alasan sendiri kenapa menyerahkan Tania kepada Kak Rafael." Keysa terdiam sejenak. "Apalagi kalau melihat kepribadian Kak Rafael."
Berbagai pemikiran muncul lagi di kepala Keysa. Soal kepribadian Rafael yang dirasa kurang menyenangkan, masalah restu orang tua kedua belah pihak, hingga masalah ekonomi—latar belakang keluarga yang kemungkinan tidak sederajat.
"Sepertinya aku terlalu banyak menonton serial TV," kekeh Keysa sambil mengusap tengkuknya. "Sudahlah, lebih baik aku tetap berpikir positif. Itu urusan pribadi mereka. Aku sama sekali tidak berhak untuk ikut campur."
Keysa bangkit dari posisinya yang semula duduk di ranjang, kemudian tersadar perutnya mulai keroncongan. Ah, sudah waktunya untuk makan siang.
Seseorang tiba-tiba membuka pintu kamar dan membuat Keysa menoleh dengan wajah kaget. "Bi Minah?"
"Makan siang sudah siap. Tania menunggumu di ruang makan," tutur Bi Minah disertai senyuman ramah.
Jantung Keysa berdebar kencang. Jujur saja, ia belum siap untuk bertemu lagi dengan Tania. Fakta bahwa anak itu merupakan putri kandung Rafael terlanjur menghancurkan suasana hatinya.
"Aku tahu apa yang mengusik pikiranmu. Tapi, aku harap kamu mau mempercayai Rafael." Bi Minah mencoba memberikan pengertian pada Keysa. "Kamu hanya perlu mengenal Rafael lebih dekat. Percayalah, kamu akan menemukan sesuatu yang berbeda dari dia."
Keysa tidak merespon apapun dan membiarkan Bi Minah pergi dari kamarnya. Penjelasan Bi Minah membuat Keysa yakin jika wanita itu mengetahui masa lalu Rafael.
"Mungkin lain waktu aku bisa bertanya pada Bi Minah," gumam Keysa sembari menutup pintu usai keluar dari kamar. Ia berjalan pelan menuruni tangga, lalu berhenti di lantai bawah dengan ekspresi bingung.
"Di mana ruang makannya?" Keysa mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ia belum sempat berkeliling rumah karena keburu pingsan setelah bertemu Tania. Keysa belum mengetahui seluk-beluk bangunan mewah ini.
Mata Keysa dengan cepat menangkap seorang pelayan yang berjalan dari arah depan.
"Maaf." Keysa meringis melihat wajah kaget gadis berseragam maid itu. "Bisakah kamu menolongku? Aku tidak tahu di mana ruang makannya."
Senyum kecil terukir di bibir pelayan itu. Ia sempat gugup saat harus berinteraksi dengan Keysa, tetapi kemudian mendapati fakta unik bahwa istri tuannya ini sangat polos dan lugu.
"Tentu, Nyonya." Gadis itu tersenyum ramah. "Silakan."
Keysa mengangguk lantas berjalan mengikuti pelayan itu dari belakang. Mata Keysa dimanjakan dengan kondisi rumah yang luar biasa mewah dan luas. Berulang kali decak kagum itu terus meluncur bebas dari bibirnya.
"Mama!"
Lamunan Keysa buyar bersamaan teriakan nyaring yang mengejutkannya. Ia melihat Tania sudah duduk manis di kursi ruang makan ditemani Bi Minah dan pelayan lainnya. Anak itu turun dan berlari menghampirinya dengan wajah penuh antusias.
"Ayo, Mama! Kita makan siang belsama. Tania sudah lapal dali tadi," ajak Tania tanpa ragu menggandeng Keysa berjalan mendekati meja makan.
Tania mengabaikan raut kebingungan yang menghiasi wajah Keysa. Tania terlalu senang bisa bertemu dengan sosok perempuan yang diklaim Rafael sebagai mamanya.
Keysa sendiri tidak berkomentar apapun, memilih diam, dan mengikuti Tania yang sudah duduk manis di kursi. Pandangannya beralih pada beberapa hidangan yang sudah tersaji di atas meja. Ia pun mulai mengambil peralatan makan, hingga kembali mendengar rengekan kecil khas dengan nada manja.
"Mama?"
Keysa menoleh kemudian terkejut saat mendapati Tania sudah menatapnya dengan sorot mata layaknya kitty, lengkap dengan bibir mencebil imut.
"Kamu ingin aku mengambilkan makanan untukmu?" tebak Keysa saat menyadari arah lirikan mata Tania.
Benar saja, anak itu mengangguk semangat dengan senyum merekah menghiasi bibirnya. Tanpa sadar tingkah kecil itu membuat Keysa tersenyum. Ia mengambil peralatan makan Tania dan mulai mengambil beberapa hidangan untuk anak itu.
"Ini."
"Yeay!" Tania bertepuk tangan gembira, lalu tersenyum kepada Keysa. "Telima kasih, Mama!"
Jantung Keysa kembali berdetak liar, seiring perasaan hangat yang menelusup ke dalam hatinya saat melihat senyuman Tania.
"Mama?"
Keysa terkesiap mendengar panggilan Tania yang begitu lembut. Ah, sudah berapa lama dia kembali melamun?
"Ayo, kita makan," ajak Keysa sambil tersenyum tipis. Tanpa dia sadari, Bi Minah dan pelayan lainnya tidak mampu menahan senyuman mereka saat melihat interaksi keduanya.
"Eung!" Tania mengangguk semangat, lalu dengan lahap mulai menyantap hidangan makan siang mereka.
Sesekali Keysa mengamati bagaimana cara Tania yang terlihat sudah pandai menggunakan peralatan makan. Meski wajah gadis itu masih belepotan terkena saus, membuat Keysa bertanya-tanya kira-kira berapa umur Tania.
Sadar jika sedari tadi diperhatikan Keysa, Tania menoleh dengan mata mengerjap polos. Lagi-lagi tingkah kecilnya itu membuat Keysa tertawa gemas. Tania hanya mengernyitkan dahi saat melihat Keysa mengambil selembar tissue kemudian diusapkan ke wajahnya.
"Nah, sekarang wajahmu sudah bersih."
Mata Tania berbinar melihat bagaimana Keysa terlihat sangat cantik kala tersenyum. Ia benar-benar bahagia karena Rafael menepati janji, menjemput mamanya—menurut Tania—yang sudah lama dia rindukan.
"Wah, kalian makan siang tanpa menunggu Papa."
Suara bass yang terdengar tidak asing membuat Keysa dan Tania kompak menoleh dengan wajah terkejut mereka.
"Papa!" Tania melompat turun dan bergegas menghampiri Rafael yang baru saja tiba di ruang makan.
Rafael dengan mudah menggendong Tania dan segera mendapatkan kecupan manis oleh anak itu.
"Papa, tadi Mama mengambilkan makanan untuk Tania, telus Mama juga membelsihkan wajah Tania yang belepotan kalena makanan. Hihi~" tutur Tania riang.
"Benarkah?" Rafael melirik ke arah Keysa yang kini tengah menundukkan kepala. Ia tersenyum saat kembali melihat wajah gadis itu sedikit memerah. "Tania senang?"
"Eung, Tania senaaaang sekali. Telima kasih sudah menjemput Mama pulang ke lumah, Papa."
Keysa tertegun melihat bagaimana interaksi Rafael dan Tania. Sisi arogan yang selama ini diperlihatkan Rafael seolah hilang kala pria itu berinteraksi bersama Tania.
Hanya sisi seorang ayah yang terlihat dari Rafael.
"Ayo, Papa! Kita makan siang belsama-sama," ajak Tania yang segera diangguki Rafael. Pria itu mendudukkan Tania tepat di samping Keysa.
Keysa kembali melanjutkan kegiatan makan siangnya, sampai kemudian dikejutkan dengan tarikan ringan di bagian kardigan yang dia kenakan.
Siapa lagi pelakunya jika bukan Tania.
"Ada apa?" tanya Keysa bingung.
"Mama tidak mengambilkan makanan untuk Papa?"
Wajah Keysa seketika berubah gugup. Ia melirik Rafael yang kini tengah menyeringai. Ah, sepertinya ia harus rela berinteraksi lebih dengan Rafael karena Tania.
"Tolong ambilkan makanan untuk Papa," Rafael menyodorkan piring kepada Keysa, kemudian kembali mengeluarkan smirk andalannya, "Mama."
Warna merah kembali menghiasi wajah Keysa. Sekilas dia menunjukkan kekesalannya karena sisi menyebalkan Rafael kembali muncul. Sayangnya hanya ditanggapi tawa ringan pria itu.
"Ini." Keysa menyodorkan piring Rafael dengan bibir mengerucut lucu.
"Terima kasih, Mama," balas Rafael dengan nada riang yang sengaja dibuat-buat menyerupai suara anak kecil.
Keysa melotot, ingin meluapkan kekesalannya tapi urung saat melihat bagaimana wajah bahagia Tania. Ah, dia tidak tega merusak kebahagiaan anak itu.
Tanpa Keysa sadari, Rafael diam-diam memandanginya dengan senyuman lebar. Pria itu melirik Tania yang terlihat sangat senang duduk di samping Keysa, ditambah dengan sikap anak itu yang seolah menginginkan interaksi orang tuanya lebih dekat lagi.
Kamu beruntung memiliki anak secerdas Tania, Rafael.
Tentu kalian tahu maksud suara hati Rafael bukan?
Bisa dipastikan Rafael akan memakai Tania agar interaksinya dengan Keysa semakin intim.