"Eungh~"
Keysa mengerjapkan matanya begitu mendengar suara kicauan burung dari luar. Ia menggeliatkan tubuhnya untuk melepaskan rasa kantuk. Matanya membelalak lebar saat mendapati dada bidang yang ada di hadapannya.
Tunggu, ada yang tidak beres.
Keysa mendongak. Ia membuka mulutnya lebar-lebar, berteriak tanpa suara setelah menemukan wajah Rafael yang tertidur pulas. Keysa pun menyadari bahwa dirinya sudah berpindah di atas ranjang.
Bagaimana bisa aku pindah ke sini?!
Keysa mengingat-ingat lagi kejadian semalam. Ia tidak memiliki kebiasaan seperti sleepwalker, jadi bagaimana bisa dia berpindah ke atas ranjang Rafael?
Apa Kak Rafael yang memindahkanku semalam?
Keysa berniat bangun dari tidurnya, hingga dia menemukan sepasang tangan yang tengah memeluk tubuhnya dengan sangat erat.
Aduh, bagaimana ini?
Keysa berusaha mencari cara agar bisa terlepas dari kungkungan Rafael. Ia menyingkirkan tangan pria itu dengan hati-hati, supaya tidak membangunkan Rafael yang masih tertidur. Sialnya, setiap kali tangan Rafael lepas dari tubuhnya, pria itu kembali memeluk tubuh Keysa.
"Huh!" Keysa mendesis kesal, hingga tidak menyadari seringaian yang muncul di bibir Rafael. Astaga, Keysa. Kamu tidak tahu jika sedari tadi suamimu itu sudah bangun.
Keysa mencoba sekali lagi, kali ini dengan sedikit hentakan.
"Kamu bisa menyakiti tanganku."
Glek! Keysa menoleh gugup, kemudian mengetahui pria yang berbaring di sampingnya itu tengah menahan tawa. Kekesalan Keysa tersulut, tanpa ragu dia pun—
"ARGH!"
—menggigit tangan Rafael dengan sepenuh hati. Tepat ketika pria itu terbangun untuk mengusap tangannya, Keysa segera melesat masuk ke dalam kamar mandi.
"HEI!"
Rafael mengibas-ibaskan tangannya. "Ck, jadi membekas!" gerutunya kesal, kemudian semakin emosi tatkala mendengar suara tawa kecil dari dalam kamar mandi. Ingin sekali Rafael mengumpat sekali lagi, tetapi urung ketika mencium aroma yang khas di sampingnya. Aroma Keysa.
Harum sekali
Rafael tersenyum mengingat apa yang dia lakukan semalam, ketika memindah tubuh Keysa dari sofa ke ranjang. Semula Rafael sudah membatasi dengan guling. Siapa sangka, gadis itu justru memutar tubuhnya hingga mereka saling berhadapan. Bahkan tanpa sadar langsung mendekat dan meringkuk dalam pelukannya.
Kamu benar-benar membuatku gila, Keysa ....
Keysa mengerjapkan matanya begitu mendengar suara kicauan burung dari luar. Ia menggeliatkan tubuhnya untuk melepaskan rasa kantuk. Matanya membelalak lebar saat mendapati dada bidang yang ada di hadapannya.
Tunggu, ada yang tidak beres.
Keysa mendongak. Ia membuka mulutnya lebar-lebar, berteriak tanpa suara setelah menemukan wajah Rafael yang tertidur pulas. Keysa pun menyadari bahwa dirinya sudah berpindah di atas ranjang.
Bagaimana bisa aku pindah ke sini?!
Keysa mengingat-ingat lagi kejadian semalam. Ia tidak memiliki kebiasaan seperti sleepwalker, jadi bagaimana bisa dia berpindah ke atas ranjang Rafael?
Apa Kak Rafael yang memindahkanku semalam?
Keysa berniat bangun dari tidurnya, hingga dia menemukan sepasang tangan yang tengah memeluk tubuhnya dengan sangat erat.
Aduh, bagaimana ini?
Keysa berusaha mencari cara agar bisa terlepas dari kungkungan Rafael. Ia menyingkirkan tangan pria itu dengan hati-hati, supaya tidak membangunkan Rafael yang masih tertidur. Sialnya, setiap kali tangan Rafael lepas dari tubuhnya, pria itu kembali memeluk tubuh Keysa.
"Huh!" Keysa mendesis kesal, hingga tidak menyadari seringaian yang muncul di bibir Rafael. Astaga, Keysa. Kamu tidak tahu jika sedari tadi suamimu itu sudah bangun.
Keysa mencoba sekali lagi, kali ini dengan sedikit hentakan.
"Kamu bisa menyakiti tanganku."
Glek! Keysa menoleh gugup, kemudian mengetahui pria yang berbaring di sampingnya itu tengah menahan tawa. Kekesalan Keysa tersulut, tanpa ragu dia pun—
"ARGH!"
—menggigit tangan Rafael dengan sepenuh hati. Tepat ketika pria itu terbangun untuk mengusap tangannya, Keysa segera melesat masuk ke dalam kamar mandi.
"HEI!"
Rafael mengibas-ibaskan tangannya. "Ck, jadi membekas!" gerutunya kesal, kemudian semakin emosi tatkala mendengar suara tawa kecil dari dalam kamar mandi. Ingin sekali Rafael mengumpat sekali lagi, tetapi urung ketika mencium aroma yang khas di sampingnya. Aroma Keysa.
Harum sekali
Rafael tersenyum mengingat apa yang dia lakukan semalam, ketika memindah tubuh Keysa dari sofa ke ranjang. Semula Rafael sudah membatasi dengan guling. Siapa sangka, gadis itu justru memutar tubuhnya hingga mereka saling berhadapan. Bahkan tanpa sadar langsung mendekat dan meringkuk dalam pelukannya.
Kamu benar-benar membuatku gila, Keysa ....
***
Sarapan Rafael dan Keysa kali ini hanya ditemani menu sederhana. Roti selai, kopi untuk Rafael dan susu stroberi kesukaan Keysa. Sampai detik ini Rafael masih menyimpan kekesalan, diakibatkan teriakan gadis itu yang melengking ke seluruh penjuru ruangan hanya karena menemukan susu stroberi di lemari penyimpanan bahan makanan.
Well, mungkin itu termasuk keberuntungan Keysa di pagi hari. Rafael sendiri tidak ingat kapan membeli susu itu.
"Kamu sudah mengemasi barang-barangmu?"
Keysa mengangguk. "Setelah sarapan, kita langsung ke rumahmu?"
"Iya," jawab Rafael singkat sambil meneguk kopi miliknya. "Mulai sekarang itu juga rumahmu. Kamu sudah resmi menjadi istriku."
Rafael tertawa kecil melihat wajah istrinya kembali merona, "Kenapa wajahmu mudah sekali memerah, hm?"
"Ka-Kata siapa?"
Rafael semakin bersemangat menggoda Keysa kala gadis itu menundukkan kepalanya.
"Itu terlihat sangat jelas. Wajahmu sekarang merah padam seperti tomat."
"Tidak. Kakak jangan mengada-ada," ucap Keysa kesal dengan bibir bersungut-sungut. Benar-benar kesal dengan sikap Rafael yang seolah sengaja menggodanya. Walau dalam hati tidak bisa mengelak, wajahnya sekarang memang merah padam seperti yang dituturkan Rafael.
"Hahaha! Kamu benar-benar sangat lucu, Keysa ...."
Jantung Keysa berdebar sangat cepat. Ia mengangkat wajahnya untuk melihat Rafael, tetapi yang dia dapati hanya kursi kosong. Rafael sudah pergi meninggalkan ruang makan.
"Dasar orang aneh. Dulu terlihat menakutkan seperti binatang buas yang siap menerkam mangsanya, sekarang." Keysa terdiam sejenak, kembali mengingat beberapa sikap Rafael yang jauh dari kesan pertemuan pertama mereka. "Kenapa dia jadi berubah random seperti itu?"
Otak Keysa bersi keras menilai sikap Rafael yang terkadang membuatnya jengkel. Akan tetapi, berbanding terbalik dengan suara hatinya yang mengatakan bahwa sikap Rafael barusan justru membuat jantungnya berdebar-debar.
Keysa merasa ada sesuatu yang menggelitik dalam perutnya, seperti ada ribuan kupu-kupu yang beterbangan di dalam sana.
***
Keysa tidak dapat menghentikan rasa kekagumannya pada rumah mewah yang ada di depannya. Ia bahkan nyaris tak berkedip, semenjak mobil yang dinaikinya bersama Rafael melewati halaman depan yang cukup panjang dari gerbang utama. Keysa tahu info umum soal Rafael, tetapi dia tidak menduga bahwa pria yang dia nikahi itu sangat kaya.
"Cepat turun."
Lamunan Keysa buyar mendengar suara Rafael. Gadis itu mencibir sambil memandangi Rafael yang sudah turun lebih dulu. Ketika Keysa hendak membuka pintu, tiba-tiba ada orang lain yang sudah membukanya lebih awal.
"Selamat datang, Nyonya."
Wajah Keysa bersemu merah. Padahal dia masih muda, tetapi sudah dipanggil nyonya. Apa boleh buat. Ia memang harus menerima status baru setelah resmi menjadi istri Rafael.
Keysa melirik sekilas ke arah Rafael yang sudah masuk ke dalam rumah. Dahinya sedikit mengerut, menyadari bahwa sejak tadi hanya melihat beberapa orang yang memakai seragam layaknya butler ataupun maid.
"Keysa?"
Kerutan di dahi Keysa semakin kentara. Ia melihat sosok wanita paruh baya berjalan menghampirinya.
"Ini pertama kalinya kita bertemu. Namaku Minah, kepala pelayan di rumah ini sekaligus pengasuh Rafael sejak kecil. Kamu bisa memanggilku Bi Minah, sama seperti yang Rafael lakukan."
"Oh." Keysa menyalami Bi Minah sambil membungkuk sopan. "Senang bertemu denganmu, Bi Minah."
"Ey, tidak perlu terlalu formal. Bibi dan Rafael sudah sering berkomunikasi layaknya ibu dan anak. Kamu juga bisa melakukannya, mengerti?"
Keysa tersenyum lalu mengangguk riang. "Apa Papa dan Mama ada di sini?" tanyanya penasaran.
Bi Minah menggeleng. "Di sini hanya ada Rafael, kami para pekerja, dan seseorang."
"Seseorang? Siapa?"
"Nanti kamu juga akan tahu." Bi Minah meraih tangan Keysa. "Bibi akan membawamu berkeliling rumah."
"Eh, tapi Kak Rafael?"
Bi Minah kembali mengulum senyum. "Tidak usah khawatir. Dia yang meminta Bibi untuk menemanimu berkeliling," jawabnya disertai kedipan mata. Keysa terkekeh pelan dan berjalan bersemangat di samping wanita paruh baya itu.
Keduanya menyisiri sayap timur rumah, di mana terdapat taman bunga yang sangat indah, dengan air mancur yang ada di tengah-tengah. Kemudian ke belakang rumah, ada kolam renang besar dilengkapi dengan seluncuran air yang didesain untuk anak-anak.
"Itu bukannya untuk anak-anak?" tanya Keysa memastikan. "Memangnya ada anak-anak di sini?"
Bi Minah tidak menjawab, hanya memberikan senyuman misterius yang membuat Keysa kian penasaran. Namun, dia enggan bertanya banyak, memilih fokus menikmati pemandangan yang ada di sekeliling rumah.
"Sebaiknya kita masuk sekarang," ajak Bi Minah yang hanya ditanggapi anggukan kecil milik Keysa.
Gadis itu berjalan mengekori Bi Minah. Mereka mulai memasuki bangunan rumah. Kekaguman Keysa rupanya masih berlanjut ketika kakinya melangkah melewati pintu utama rumah. Ia disuguhkan dengan desain interior rumah yang sangat berkelas, mewah dan elegan.
"Sebelumnya, kita ke ruang tengah dulu. Bibi rasa Rafael sudah menunggumu di sana," ucap Bi Minah.
Keysa terdiam sejenak, mengamati gelagat Bi Minah yang tampak sedikit gugup. Bahkan yang membuatnya heran, wanita paruh baya itu justru mematung di tempat, seperti memikirkan sesuatu.
"Bi Minah?"
"Ah?" Bi Minah tersadar dari lamunannya. "Maaf, Bibi melamun. Ayo."
Keysa mengernyitkan keningnya, tetapi kemudian hanya mengedikkan bahunya acuh. Ia berjalan cepat menyusul Bi Minah, khawatir jika tertinggal.
Keduanya terhenti di ruang tengah yang berukuran sangat luas. Awalnya Keysa mengagumi beberapa perabotan rumah yang tertata rapi di sana, hingga ia menangkap punggung seseorang yang tengah duduk di atas sofa panjang.
"Kak Rafael!" Keysa berseru keras ketika mengetahui pria itu adalah Rafael.
Pria itu menoleh, membuat Keysa tersenyum geli namun senyuman itu tidak bertahan lama. Sebab ia melihat Rafael tengah memangku seorang anak perempuan yang kini menatapnya dengan ekspresi bingung.
Keysa meneliti perawakan anak itu. Sekilas mirip sekali dengan Rafael, khususnya di bagian mata dan telinga.
Apa itu adiknya? Tapi ... umur Kak Rafael kan ....
"Papa, itu siapa?"
Tubuh Keysa membeku. Telinganya berusaha mencerna panggilan yang lolos dari bibir anak perempuan itu. Ia melirik ke arah Rafael. Pria itu tampak biasa, malah memasang senyuman yang luar biasa mempesona.
"Papa sudah menepati janji." Rafael mencium pipi anak perempuan itu. "Mamanya Tania sudah pulang."
"Benalkah?!"
Keysa terkejut saat melihat anak perempuan itu turun dari pangkuan Rafael dan berlari menghampirinya.
"MAMA!"
Keysa nyaris terjungkal ke belakang ketika merasakan tubrukan yang sangat kuat. Ia masih menatap penuh kebingungan pada sosok mungil yang kini tengah memeluk kakinya dengan erat.
"Mama kenapa balu pulang? Tania lindu sekali sama Mama ..."
Keysa tak menjawab apapun. Ia menatap ke arah Rafael yang sudah berdiri dan memandanginya dengan ekspresi wajah sulit diartikan. Otak Keysa seketika kosong.
"Mama kenapa diam saja? Mama tidak akan pelgi lagi 'kan?"
"A-Aku ...."
"Jangan pelgi lagi Ma. Tania mau sama Mama ..."
Keysa merasakan pening. Kata 'Papa' dan 'Mama' terus berputar di kepala, membuatnya pusing 7 keliling. Hingga otaknya mulai mencerna satu fakta baru yang terungkap soal Rafael.
Pria itu sudah mempunyai anak.
Dengan kata lain, Keysa menikah dengan seorang duda beranak satu.
Duda beranak satu ...
Duda ...
Beranak satu ...
BRUK!
"KEYSA!"