Destiny of Us Chapter 7

Posted by cloverqua, Released on

Option
 "Permisi."

Suara lembut terdengar dari arah pintu, membuat pasangan ibu dan anak itu menoleh kompak. Tampak seorang wanita dalam balutan gaun panjang warna peach sudah berdiri di sana, memandangi Keysa dan Amanda secara bergantian dengan tatapan mata rusanya yang berkilau. Wanita itu terlihat sangat cantik, ditambah sosok mungil yang tengah digandengnya tak kalah menarik perhatian Keysa dan Amanda.

"Siapa?" tanya Amanda penasaran. Atensinya tertuju pada si kecil nan menggemaskan yang terlihat imut dan manis dalam balutan gaun warna peach.

Amanda bisa menebak jika tamu yang baru saja datang itu adalah pasangan ibu dan anak. Bukan hanya dari gaun mereka yang senada, tetapi dari mata rusa yang mereka miliki. Sama-sama cantik dan berkilau.

"Namaku Friska dan ini putriku," wanita yang mengaku bernama Friska itu menunduk ke bawah, "Sayang, ayo beri salam."

"Celamat ciang." Anak perempuan itu mengangguk sopan. "Namaku Mika."

Amanda memekik gemas. "Berapa umurmu, Sayang?"

"Ngg ... 3 tahun," jawab Mika dengan mata mengerjap polos. Amanda menjerit heboh melihat ekspresi wajah Mika. Benar-benar sangat menggemaskan.

Reaksi yang sama juga diperlihatkan Keysa. Ia tak dapat mengalihkan perhatiannya dari Mika. Ia bahkan sampai melupakan rasa gugup yang sedari tadi menderanya.

"Mika bisa memanggilku Oma," Amanda mencolek pipi Mika, "Oma Amanda. Kamu mengerti?"

"Eung!" Mika tersenyum lebar. "Oma Amanda."

"Aih, anak pintar," puji Amanda, kemudian terkekeh pelan karena hampir melupakan maksud kedatangan Friska. "Ah, maaf. Putrimu terlalu menggemaskan."

"Tidak apa-apa, Tante." Friska tersenyum ramah, lantas beralih melirik Keysa. "Sudah kuduga, pilihan Rafael memang tepat. Kamu sangat cantik, Keysa."

Keysa tersipu malu. "Kakak terlalu memuji," cicitnya pelan sambil menundukkan kepala.

"Tante, putrimu bahkan jauh lebih menggemaskan dari putriku," kata Friska spontan dan sukses mengundang tawa Amanda.

"Apa upacara pernikahan sudah mau dimulai?" tanya Amanda memastikan.

"Oh, iya! Aku hampir saja lupa." Friska tertawa renyah sambil menutup mulutnya dengan tangan, "Sebentar lagi, Tante. Hanya tinggal menunggu pengantin wanitanya. Rafael sudah siap di altar, sementara Om Surya juga sudah bersiap di depan pintu ballroom."

"Baiklah, kami segera ke sana." Amanda melirik ke arah Keysa yang terlihat lebih baik dari sebelumnya. "Kamu siap, Sayang?"

Keysa memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang-panjang, lalu menghembuskannya secara perlahan. "Aku siap, Mama," jawabnya penuh keyakinan.

Amanda tersenyum penuh kelegaan. Ia membantu putrinya berdiri, kemudian menuntunnya untuk berjalan beriringan keluar dari ruangan.

"Tante cantik."

Pujian yang terlontar dari Mika membuat bibir Keysa melengkung sempurna. Seiring dengan mata sipitnya yang membentuk bulat sabit yang sangat cantik.

"Terima kasih. Mika juga cantik," balas Keysa tulus.

Mika tersipu malu dan segera bersembunyi di belakang Friska. Reaksinya itu membuat tiga perempuan lainnya tertawa kompak. Sedikit terhibur dengan tingkah laku Mika yang begitu menggemaskan.

***

"10 menit lagi upacara pernikahan akan segera dimulai, Tuan Rafael."

Rafael menghela napas. "Aku tahu," balasnya cuek dan kembali fokus menatap ke depan. Ingin sekali Rafael berlari keluar dari ballroom, menyeret Keysa secara paksa karena gadis itu tak kunjung datang.

Tanpa sadar Rafael mengepalkan tangannya kuat-kuat, menahan segala emosi atas berbagai pemikiran buruk yang kembali memenuhi kepalanya. Ia bahkan mulai mendengar suara bising dari sekeliling. Beberapa orang mulai mempertanyakan pengantin wanita yang tak kunjung terlihat batang hidungnya.

Beruntung, penantian Rafael terbayar. Pintu utama ballroom perlahan mulai terbuka, hingga memperlihatkan sosok Keysa yang tengah digandeng oleh Surya. Dentingan musik piano mulai terdengar untuk mengiringi kedatangan keduanya.

Semua mata tertuju pada pengantin wanita yang terlihat begitu cantik. Gaun pengantin tanpa lengan yang dikenakan sangat pas dengan tubuh Keysa yang ramping. Ditambah hiasan veil yang menutupi kepalanya, juga buket bunga yang ada dalam genggaman tangannya. Langkahnya begitu anggun, bersamaan langkah tegap sang ayah yang hari ini mengantarkannya menuju altar. Tepat ke sisi Rafael.

Semua orang berdecak kagum, terus melemparkan pujian saat melihat pasangan pengantin yang saling menatap dari kejauhan dengan sorot mata memuja. Terpesona akan penampilan masing-masing yang mampu membius perhatian semua orang di dalam ballroom.

Beberapa kali Keysa menghela napas ketika ia hampir sampai di tempat Rafael, seiring dengan pelukan tangannya di lengan Surya yang semakin mengerat.

"Kuserahkan putriku padamu."

Rafael membungkuk sopan di hadapan Surya, kemudian mengulurkan tangan ke arah Keysa. Surya tersenyum, lalu menuntun tangan putrinya agar menyambut uluran tangan Rafael. Sebelum melakukan upacara pernikahan, keduanya sempat saling memandang satu sama lain, dengan ekspresi wajah sulit diartikan.

Tetapi bagi orang awam, itu adalah ekspresi orang yang sedang berbahagia.

Upacara pernikahan berlangsung dengan khidmat. Baik Rafael maupun Keysa, mengucapkan janji suci pernikahan dengan lancar, tanpa hambatan apapun.

Usai memasangkan cincin pernikahan di jari manis masing-masing, kini Rafael dan Keysa saling berhadapan. Bersiap untuk melakukan adegan yang paling dinantikan oleh semua orang. Dengan hati-hati, Rafael membuka veil yang menutupi wajah Keysa. Ia bisa melihat betapa istrinya sangat cantik mempesona.

"Kak Rafael?"

Rafael yang sudah memposisikan wajahnya untuk mendekat, terheran mendengar suara Keysa yang begitu lirih.

"Ha-haruskah kita—"

"Ck, kamu terlalu banyak bicara." Rafael berbisik pelan. "Sudah, nikmati saja."

"Eh?" Belum sempat Keysa kembali berbicara, sesuatu yang kenyal terlanjur menyentuh bibirnya dengan lembut. Mata gadis itu membelalak lebar. Kontras dengan Rafael yang sudah memejamkan matanya, seolah menikmati ciuman yang sedang mereka lakukan.

Perlahan, Keysa turut memejamkan matanya. Ia pun ikut larut dalam ciuman Rafael yang begitu memabukkan.

Tepuk tangan riuh memenuhi seisi ballroom. Mereka bersorak gembira melihat pasangan pengantin baru yang baru saja berciuman di atas altar.

***

Saat ini Rafael dan Keysa tengah menerima ucapan selamat dari tamu undangan yang hadir. Beberapa kali keduanya tampak canggung mendengar pujian yang mengatakan bahwa mereka merupakan pasangan yang sangat serasi. Tak terkecuali sahabat Rafael sendiri, Candra yang datang bersama Friska dan putrinya, Mika.

"Selamat atas pernikahan kalian," ucap Candra sembari menyalami Keysa, kemudian merangkul Rafael hingga kedua pria itu tertawa kompak. Sementara Friska langsung memeluk Keysa dengan wajah sumringah.

"Kalian memang pasangan yang sangat serasi." Friska tersenyum, "Aku ikut bahagia atas pernikahan kalian."

Hati Keysa tersentuh mendengar ucapan Friska yang terdengar tulus, "Terima kasih, Kak," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Friska tersenyum dan mengusap wajah Keysa. "Jangan ada air mata di hari bahagiamu, Keysa."

Keysa menarik napas panjang, lalu mengangguk kecil. Kemudian perhatiannya beralih pada Mika yang sedari tadi menatap mereka dengan mata berkedip-kedip.

"Sayang, ayo ucapkan selamat pada Om Rafael dan Tante Keysa," bisik Candra dengan senyuman lebar.

"Eung!" Mika membungkuk sopan sambil berkata. "Celamat menempuh hidup balu."

"Kamu yang mengajarinya?" selidik Rafael dengan mata memicing.

"Dia memang mewarisi kepintaran ayahnya bukan?"

Keysa tertawa mendengar jawaban Candra yang terdengar sangat sombong. Lain dengan Friska yang langsung memutar bola matanya jengah.

"Om Rafael, nanti Mika boleh main cama Tante Keyca?" pinta Mika sambil memasang kitty eyes andalannya.

Rafael melirik sekilas ke arah Friska. "Dan kebiasaannya yang satu ini memang menurun dari kamu."

"Oh, itu sudah pasti," jawab Friska bangga. Disusul tawa ketiga orang yang kembali menatap gemas pada Mika.

"Tentu saja boleh, Sayang." Rafael sedikit membungkuk, lalu mengusap kepala Mika.

Keysa terdiam. Muncul rasa kagum dalam benaknya kala melihat interaksi Rafael dan Mika. Sekilas, dia bisa menilai jika pria itu mampu menjadi sosok ayah yang hebat untuk anak-anak mereka kelak.

Eh, apa yang baru saja kamu pikirkan, Keysa?

"Rafael?"

Lamunan Keysa buyar kala mendapati orang tua dan mertuanya sudah berjalan menghampiri mereka.

"Sebaiknya kamu segera membawa Keysa pulang. Mama rasa dia sudah kelelahan," tutur Sheila—ibu Rafael.

"Benar, lagipula sebentar lagi acara akan segera berakhir," sambung Farhan—ayah Rafael.

Rafael melirik ke arah Keysa. Benar, gadis itu memang tampak kelelahan. Dan rasanya sudah waktunya mereka untuk pulang, mengingat tamu undangan yang hadir satu per satu mulai meninggalkan ballroom. Tanda pesta resepsi pernikahan mereka sebentar lagi akan selesai.

"Papa dan Mama tidak perlu khawatir. Aku akan membawa istriku pulang ke apartemenku."

Wajah Keysa kembali memerah mendengar kata 'istriku' yang meluncur bebas dari bibir Rafael.

"Lihatlah menantu kita, Sayang. Wajahnya memerah," ucap Sheila polos yang disambut tawa Farhan, Surya dan Amanda.

Keysa semakin menunduk malu. Ia nyaris berteriak ketika tangan Rafael dengan mudah melingkar di pinggangnya. "Jangan menggoda istriku. Lihat, wajahnya sudah semakin merah seperti kepiting rebus."

Keysa menatap sengit pada Rafael, yang hanya dibalas cengiran khas pria itu. Interaksi keduanya barusan hanya dilihat oleh Candra dan Friska. Mereka saling memandang dengan tawa kecil.

"Aku berani bertaruh, tak lama lagi keduanya akan saling jatuh dalam pesona masing-masing," bisik Candra.

"Tidak perlu menunggu. Sekarang saja mereka sudah terlihat memiliki ketertarikan satu sama lain," balas Friska yang spontan mengundang tawa suaminya.

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset