Destiny of Us Chapter 11

Posted by cloverqua, Released on

Option
"Mulai sekarang, mamanya Tania adalah kamu, Keysa."

Mata Keysa berkedip-kedip. "Aku?"

Rafael mengangguk. "Setiap kali Tania menanyakan mamanya, aku selalu menjawab mamanya masih di luar negeri. Yah ... kupikir Tania tidak akan bertanya lagi. Tapi, seiring pertambahan usia dan perkembangan pola pikirnya, Tania semakin sering menanyakan masalah itu," jelas Rafael.

Keysa tersenyum tipis. "Kamu tidak bisa terus-menerus menghindari pertanyaannya, Kak."

"Benar." Rafael menatap wajah Keysa lamat-lamat. "Orang tuaku yang memberikan saran agar aku secepatnya mencari perempuan untuk dinikahi. Dengan begitu, aku bisa membawanya sebagai mama Tania."

Keysa memejamkan matanya sejenak. Ia merasa pusing setelah Rafael mengungkap identitas Tania dan fakta masa lalunya. Keysa tanpa sadar memijat pelipisnya karena kepalanya masih berdenyut sakit.

"Keysa, untuk sementara hanya ini yang bisa aku ceritakan padamu." Rafael menarik napas panjang. "Jika kamu bertanya alasanku memilih putri dari keluarga Gunawan, aku belum bisa menjawabnya."

"Aku butuh waktu untuk memikirkan semua ini, Kak," putus Keysa.

Rafael tidak mampu menyembunyikan kekecewaannya. Namun, melihat wajah memohon dari Keysa, dia berusah menekan perasaan itu.

"Aku mengerti. Kamu memang butuh waktu." Rafael beranjak dari ranjang dan bersiap pergi. "Tolong jangan menjaga jarak saat kamu sedang bersama Tania. Itu akan menghancurkan impiannya untuk bisa bertemu kembali dengan mamanya. Kalau kamu tidak bisa melakukannya untukku, lakukan untuk Tania. Bisakah, Keysa?"

Keysa menimbang-nimbang permintaan Rafael dan akhirnya mengangguk. "Akan aku coba."

Senyum Rafael mengembang. "Terima kasih. Sekarang kamu istirahat dulu. Ini adalah kamarmu. Sesuai janji, kita akan tidur di kamar yang terpisah," ujarnya lalu pergi meninggalkan kamar yang diklaim sebagai kamar Keysa.

Keysa tertegun. Satu fakta lagi tentang Rafael yang baru dia dapatkan.

Pria itu adalah orang yang suka menepati janji.

***

Semua orang terkejut melihat kedatangan Rafael di kantor AF Corporation. Beberapa karyawan yang menghadiri pernikahan Rafael dan Keysa, berpikir bahwa pimpinan mereka akan mengambil cuti untuk menikmati bulan madu bersama istrinya.

Reaksi yang sama juga diperlihatkan Candra. Pria itu nyaris terjatuh dari kursi yang dia duduki ketika mendapati Rafael sudah muncul di hadapannya.

"Tuan Rafael?"

Rafael tertawa. "Aku datang bukan sebagai atasanmu, Candra. Melainkan sebagai sahabatmu," ucapnya kemudian melirik Nayla yang masih menatapnya dengan mata berkedip-kedip.

"Apa ada yang salah dengan penampilanku, Kak?"

Nayla menggeleng. "Tidak, aku hanya terkejut. Kupikir kamu akan melakukan bulan madu bersama istrimu," jawabnya polos.

"Aku belum sempat mengatur ulang jadwalku." Rafael berkata apa adanya. "Candra, aku perlu bicara denganmu."

Candra mengangguk kecil dan bergegas mengikuti Rafael yang sudah masuk lebih dulu ke ruangan. Ia mengamati gerak-gerik Rafael yang kini telah mengambil posisi duduk di kursi kebesarannya.

"Apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" Candra bertanya dengan penuh rasa penasaran. "Kamu tidak mungkin ingin berbagi pengalaman malam pertamamu dengan Keysa bukan?"

Mata Rafael melotot. Ditatapnya Candra yang kini mengeluarkan cengiran khas layaknya anak kecil.

"Buang jauh-jauh pikiran mesummu itu. Kami belum melakukannya," balas Rafael ketus dan disambut tawa kecil sahabatnya.

"Aku bertaruh, kamu pasti mati-matian menahan gairahmu saat tidur. Aku ingat apartemenmu itu hanya ada satu kamar," ucap Candra sembari mencibir.

Aku bahkan harus rela bermain solo, batin Rafael merana mengingat malam pertamanya dengan Keysa. "Ck, aku sedang tidak berniat membahas masalah itu. Ada hal penting lainnya yang ingin kubahas denganmu."

"Baik, baik. Aku hanya bercanda." Candra berdeham pelan. "Lantas apa yang ingin kamu ceritakan padaku?"

"Hari ini aku membawa Keysa ke rumahku."

Senyuman Candra luntur dalam hitungan detik. "Kamu sudah membawa Keysa ke rumahmu?"

"Ya."

"Apa kamu sudah gila? Bukankah sebaiknya kalian tinggal selama beberapa hari di apartemenmu?" Candra menatap Rafael tak percaya. "Menurutku terlalu cepat mempertemukan Keysa dengan Tania."

"Semakin cepat semakin baik," balas Rafael enteng. "Sejak awal aku sudah memutuskan, begitu resmi menikahi Keysa, aku akan segera mempertemukan Keysa dengan Tania."

Candra menghela napas panjang. "Setidaknya kamu harus memikirkan perasaan Keysa. Coba kamu bayangkan. Dia harus menggantikan posisi kakaknya, sekarang harus mendapati kenyataan bahwa kamu sudah memiliki seorang putri. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Keysa saat mengetahuinya."

"Dia pingsan."

"APA?!" Candra menatap horor, terlebih bagaimana Rafael bersikap biasa dengan matanya yang kini mengerjap polos. "Kamu memang sudah gila."

Tawa Rafael pecah. Pria itu mengingat lagi kejadian pagi tadi kala Keysa jatuh pingsan usai Tania memeluknya. Memang terkesan memusingkan bagi gadis itu, tapi Rafael menyukai bagaimana reaksi Tania ketika memeluk Keysa.

Sungguh, dia merasa bahagia melihat senyuman Tania yang luar biasa mempesona setelah kedatangan Keysa.

"Aku tidak peduli apa pendapatmu," Rafael tersenyum lebar. "Sekarang yang bisa kulakukan adalah mengawasi mereka. Aku hanya perlu menunggu Keysa benar-benar siap menerima kondisiku."

"Keysa tidak marah?"

"Kamu tahu sendiri bagaimana sifat Keysa bukan?" Rafael tersenyum lagi. "Keysa memang menunjukkan rasa kecewanya. Tapi, dia tidak keberatan untuk mencoba menerima kondisiku. Terlebih untuk menjadi mamanya Tania."

Candra terdiam, sebelum akhirnya mengangguk-anggukkan kepala.

"Aku kadang berpikir, kepergian Nadine sepertinya membawa berkah bagimu." Candra tertawa kecil. "Kamu akhirnya mendapat pengganti yang lebih baik dari Nadine. Kamu ini sebenarnya sudah jatuh dalam pesona Keysa bukan?"

Rafael menghela napas panjang. "Aku tidak tahu. Tapi, rasanya aku tidak bisa menghindari tatapan matanya. Cara Keysa menatapku, sorot matanya ... aku merasa tidak asing. Entah kenapa mengingatkanku pada gadis itu, Candra."

Kalimat terakhir yang dilontarkan Rafael memancing rasa kesal Candra.

"Kamu tidak boleh berpikir seperti itu, Rafael Secara tidak langsung kamu menganggap Keysa sebagai bayang-bayang gadis itu," tegur Candra.

"Maksudku bukan itu," bantah Rafael. "Aku hanya membayangkan, andai mama Tania menemuiku lebih awal, mungkin aku tidak perlu repot-repot menikahi perempuan lain demi mewujudkan keinginan Tania bertemu mamanya."

Rafael berdiri dan berbalik menghampiri jendela kaca di belakang kursinya. "Sejak malam itu, aku sudah bertekad akan bertanggung jawab jika gadis itu datang menemuiku dalam kondisi hamil. Tapi ternyata ...."

Candra memandang iba pada Rafael. Banyak hal yang sudah dilalui sahabatnya itu semenjak kehadiran Tania dalam hidupnya. Bukan perkara mudah membesarkan Tania seorang diri, meskipun dia, Friska, dan keluarga besar Rafael turut membantu.

Tania tetap membutuhkan sosok seorang ibu.

Tidak heran Rafael memutuskan untuk menikahi perempuan lain untuk menjadi ibu Tania, karena sampai sekarang ibu kandung Tania belum diketahui keberadaannya.

Apakah gadis itu masih hidup atau tidak? Tak ada petunjuk apapun yang bisa dipakai untuk mencari keberadaan ibu kandung Tania.

Candra ingat, satu-satunya benda yang bisa membuat Rafael menemukan ibu kandung Tania adalah gelang yang diduga milik gadis itu. Sayangnya, Rafael sudah bersikap antipati semenjak gadis itu meninggalkan Tania di depan pintu rumahnya empat tahun silam.

"Aku mengerti." Candra tersenyum. "Yang penting kamu sudah berhasil mewujudkan keinginan Tania. Aku harap, hubunganmu dengan Keysa bisa berjalan baik. Bila perlu kalian menjalani kehidupan rumah tangga dengan bersungguh-sungguh layaknya pasangan suami-istri sungguhan."

"Kamu pikir kami sedang melakukan sandiwara?" Rafael melotot kesal. "Pernikahan kami sah, baik secara agama maupun hukum. Satu-satunya yang kusembunyikan dari Keysa hanya soal Tania. Aku yakin, seiring berjalan waktunya kami bisa menjalani kehidupan rumah tangga kami dengan baik. Aku percaya Keysa akan menerima keberadaan Tania, dan juga diriku."

Candra ingin menampar keras wajahnya saat mendengar kalimat Rafael. Bibirnya perlahan melengkung sempurna.

Dasar! Kamu benar-benar tidak sadar sudah jatuh dalam pesona istrimu sendiri, Rafael.

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset